Resensi Film Raksasa Dari Jogja


Kali ini saya akan mencoba untuk mereview tentang film Raksasa Dari Jogja yang dimana diadaptasi dari novel karya @dwitasaridwita.


Raksasa Dari Jogja adalah film drama romantis Indonesia yang diproduksi oleh Starvision Plus dengan tim produksi Moviesta Pictures yang dirilis pada 31 Maret 2016. Diangkat dari novel terlaris dengan judul yang sama karya Dwitasari. Disutradarai oleh Monty Tiwa dan ditulis oleh Ben Sihombing dan Monty Tiwa. Film dengan durasi 100 menit. 


Bian (Karina Salim), seperti punya segalanya. Wajah cantik, rumah elit di Jakarta dan pacar yang tampan. Realitanya, sungguh berbeda. Sejak kecil, Bian selalu hidup dalam ketakutan. Sang Papa (Ray Sahetapy) yang dikenal orang sebagai seorang politikus terhormat, sering melakukan KDRT terhadap Mama (Unique Priscilla).

Bian yang berniat merayakan pesta untuk sahabatnya, memergoki pacarnya, Pras (Kiki Farel), berselingkuh dengan Letisha (Adinda Thomas), sahabat Bian sejak kecil. Bian memutuskan pergi meninggalkan rumah dan berkuliah di Jogja. Bian yang tinggal di rumah Bude (Dewi Irawan) bersama Kevin (Ridwan Ghani) sepupunya, berubah jadi gadis pendiam dan selalu menutup diri. Dia selalu menolak ketika Rinta (Sahila Hisyam) pacar Kevin bermaksud untuk mengenalkan Bian dengan teman-teman cowoknya.

Hingga Bian bertemu dengan seorang pemuda bertubuh raksasa bernama Gabriel (Abrar Adrian) di sudut sepi kampusnya. Bian mengenali Gabriel yang pernah menolongnya di Trans Jakarta. Pertemuan berkesan ini membuat Bian minta informasi dari teman kuliahnya, Vanessa (Stella Cornelia). Pertolongan Vanessa membuat Bian tahu kalau Gabriel juga bekerja sebagai jurnalis surat kabar. Setelah selesai membaca artikel demi artikel yang ditulis Gabriel, Bian jadi semakin kagum dan jatuh hati.

Sementara Gabriel sebenarnya sedang berusaha mengejar mimpinya melanjutkan kuliah S2 di Eropa. Dengan bantuan Mas Angkola (Dwi Sasono), jenius eksentrik yang juga pemilik surat kabar tempatnya bekerja, akhirnya Gabriel mendapatkan beasiswa. Jatuh cinta adalah hal terakhir dalam pikirannya, tetapi takdir berkata lain. Ketulusan dan kelembutan hati Bian, membuat Gabriel yang sering dipanggil monster dari Jogja membuka hatinya.

Tapi trauma masa lalu Bian membuatnya sering salah paham dengan tindakan-tindakan Gabriel. Puncaknya ketika Kevin berbekal rekaman video handphone, menuduh Gabriel sebagai tukang main perempuan seperti Papa, tepat di saat datang kabar kalau Mama masuk rumah sakit karena Papa. Luka masa lalu Bian pun kembali terbuka. Apakah Bian akan memperjuangkan cinta mereka, atau membiarkannya sirna dan hilang begitu saja?  

Kelemahan dari film ini menurut saya, terlalu banyak tokoh yang digambarkan dan mungkin terlalu banyak konflik yang terjadi. Tapi sangat bagus karena secara tidak langsung mengangkat nama Jogjakarta terlihat dari pertunjukan wayang, dan orang-orang Jogjakarta yang terkesan lembut dan kalem.

Komentar